Minggu, September 18

Untitled

Sebenarnya saya enggan bercerita apapun di media sosial, saya terbiasa bercerita dan meminta pendapat pada orang-orang yang saya yakini mereka ada di pihak netral. Diantaranya mereka hanya mengisyaratkan "selesaikanlah masalahmu sendiri." Mereka hanya memberikan pendapat bukan menggiring saya kepada solusi yang mereka tetapkan.

Saya diam karena saya tidak ingin membuat situasinya semakin gaduh atau memberikan statement/tanda yang sifatnya bias. Saya hanya menjaga perasaan orang-orang yang saya sayangi namun tak jarang mereka dengan tidak sengaja menyakiti perasaan saya..
apakah saya marah? ya.
apakah saya sedih? ya.
apakah saya kecewa? ya.
apakah saya ingin membalasnya? tidak.
karena saya tau saya akan terjebak pada permainan saya sendiri.

Saya diam bukan maksud hati menghindar, saya diam untuk sebuah ketenangan, sebuah jalan keluar, dan sebuah keputusan. Ada satu titik dimana saya ingin menyerah dan putus asa, satu titik dimana saya merasa kehilangan semua harapan saya, satu titik dimana rasanya semua pintu keluar tertutup rapat, satu titik dimana ada ribuan pisau menghujami tubuh saya. Sakit dan menggigil rasanya.

Bagi Allah ini hanyalah ujian kecil, tapi bagi saya membuka dan memejamkan mata saja rasanya tak sanggup karena saya takut akan terjadi situasi yang lebih buruk dari ini.

Allah benar-benar menguji satu kelemahan saya, membuat saya seperti orang yang tidak berdaya, tidak sanggup untuk berdiri sendiri, keadaan yang paling menyakitkan ketika kita ingin berbicara tapi tak mampu berucap.

Inilah titik kelemahan saya, saya yang sudah tidak mampu memikirkan apa yang harus saya lakukan selain mengadu padaNya.

Saya butuh kamu untuk meraih tubuh ini yang sudah jatuh sekali, dua kali, hingga ribuan kali sampai akhirnya tubuh ini tak lagi berfungsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar